Bahan pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai
suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang
diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut di air.
Pada berbagai situasi, proses pewarnaan menggunakan mordant untuk meningkatkan
kemampuan menempel bahan pewarna.
Bahan pewarna
makanan terbagi dalam dua kelompok besar yakni pewarna alami dan pewarna
buatan. Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan
dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan. Akan tetapi seringkali
terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan,
misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan
pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu
logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara
lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk
pangan, dan disamping itu harga zat pewarna untuk industry jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan. Hal ini disebabkan bea
masuk zat pewarna untuk bahan pangan jauh lebih tinggi daripada zat pewarna
bahan non pangan. Lagipula warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya
lebih menarik.
Pewarna alami
diperoleh dari tanaman ataupun hewan yang berupa pigmen. Beberapa pigmen alami
yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain: klorofil (terdapat pada
daun-daun berwarna hijau), karotenoid (terdapat pada wortel dan sayuran lain
berwarna oranye-merah). Umumnya, pigmen-pigmen ini bersifat tidak cukup stabil
terhadap panas, cahaya, dan pH tertentu. Walau begitu, pewarna alami umumnya
aman dan tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh (Anonim, 2008)
Pewarna buatan
untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan
bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui
ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu :
- Warna kuning : tartrazin, sunset yellow
- Warna merah : allura, eritrosin, amaranth.
- Warna biru : biru berlian
Kelebihan
pewarna buatan dibanding pewarna alami adalah dapat menghasilkan warna yang
lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Warna
yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah meskipun sudah mengalami
proses pengolahan dan pemanasan, sedangkan pewarna alami mudah mengalami
degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Misalnya kerupuk yang
menggunakan pewarna alami, maka warna tersebut akan segera pudar ketika
mengalami proses penggorengan.
Proses
pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat
atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat
lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organic sebelum mencapai
produk akhir,harus melalui suatu senyawa antara dulu yang kadang-kadang
berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hal akhir, atau berbentuk
senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang tidak boleh ada.
Zat warna
yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya, yang
disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia,
biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut.
Pada bulan
November 2007, sebuah hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal medis
terkemuka Lancet
mengungkapkan bahwa beberapa zat pewarna makanan meningkatkan tingkat hiperaktivitas
anak-anak usia 3-9 tahun. Anak-anak yang mengkonsumsi makanan
yang mengandung pewarna buatan itu selama bertahun-tahun lebih
berisiko menunjukkan tanda-tanda hiperaktif. Selain risiko hiperaktif,
sekelompok sangat kecil dari populasi anak (sekitar 0,1%) juga mengalami efek
samping lain seperti: ruam, mual, asma, pusing dan pingsan.
Berikut adalah beberapa jenis pewarna buatan yang populer dan efek
samping yang ditimbulkan:
1. Tartrazine
(E102 atau Yellow 5)
Tartrazine adalah
pewarna kuning yang banyak digunakan dalam makanan dan obat-obatan. Selain
berpotensi meningkatkan hiperaktivitas anak, pada sekitar 1- 10 dari sepuluh
ribu orang , tartrazine
menimbulkan efek samping langsung seperti urtikaria (ruam kulit), rinitis
(hidung meler), asma, purpura (kulit lebam) dan anafilaksis sistemik (shock).
Intoleransi ini tampaknya lebih umum pada penderita asma atau orang yang
sensitif terhadap aspirin.
2. Sunset Yellow (E110, Orange
Yellow S atau Yellow 6)
Sunset Yellow adalah
pewarna yang dapat ditemukan dalam makanan seperti jus jeruk, es krim, ikan
kalengan, keju, jeli, minuman soda dan banyak obat-obatan. Untuk
sekelompok kecil individu, konsumsi pewarna aditif ini dapat menimbulkan
urtikaria, rinitis, alergi, hiperaktivitas, sakit perut, mual, dan muntah.
Dalam beberapa penelitian ilmiah, zat ini telah dihubungkan dengan
peningkatan kejadian tumor pada hewan dan kerusakan kromosom, namun kadar
konsumsi zat ini dalam studi tersebut jauh lebih tinggi dari yang
dikonsumsi manusia. Kajian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak
menemukan bukti insiden tumor meningkat baik dalam jangka pendek dan jangka
panjang karena konsumsi Sunset Yellow.
3. Ponceau 4R
(E124 atau SX Purple)
Ponceau 4R adalah
pewarna merah hati yang digunakan dalam berbagai produk, termasuk selai,
kue, agar-agar dan minuman ringan. Selain berpotensi memicu hiperaktivitas
pada anak, Ponceau 4R dianggap karsinogenik (penyebab kanker) di
beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Norwegia, dan Finlandia. US Food and
Drug Administration (FDA) sejak tahun 2000 telah menyita permen dan
makanan buatan Cina yang mengandung Ponceau 4R. Pewarna aditif ini juga dapat
meningkatkan serapan aluminium sehingga melebihi batas toleransi.
4. Allura Red (E129)
Allura Red adalah
pewarna sintetis merah jingga yang banyak digunakan pada permen dan minuman. Allura Red
sudah dilarang di banyak negara lain, termasuk Belgia, Perancis, Jerman,
Swedia, Austria dan Norwegia.
Sebuah studi menunjukkan bahwa reaksi hipersensitivitas terjadi
pada 15% orang yang mengkonsumsi Allura Red. Dalam studi itu, 52 peserta yang
telah menderita gatal-gatal atau ruam kulit selama empat minggu atau lebih
diikutkan dalam program diet yang sama sekali tidak mengandung Allura Red
dan makanan lain yang diketahui dapat menyebabkan ruam atau gatal-gatal.
Setelah tiga minggu tidak ada gejala, para peserta kembali diberi makanan yang
mengandung Allura
Red dan dimonitor. Dari pengujian itu, 15% kembali menunjukkan
gejala ruam atau gatal-gatal.
5. Quinoline
Yellow (E104)
Pewarna makanan kuning ini digunakan dalam produk seperti es krim
dan minuman energi. Zat ini sudah dilarang di banyak negara termasuk Australia,
Amerika, Jepang dan Norwegia karena dianggap meningkatkan risiko hiperaktivitas
dan serangan asma.
Daftar pustaka
0 komentar:
Posting Komentar