Minggu, 18 November 2012

angka peroksida pada minyak goreng


 Minyak goreng merupakan medium penggoreng bahan makanan yang berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih dan menambah nilai kalori bahan pangan. Sebagai penghantar panas minyak akan mengalami pemanasan yang menyebabkan perubahan fisika-kimia sehingga berpengaruh terhadap minyak tersebut dan bahan yang digoreng (Djatmiko dan Enie, A.B., 1985). Menggoreng bahan pangan merupakan metoda pemasakan bahan pangan (Ketaren, 1986).
 Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai dari minyak dan bahan yang digoreng. Pada minyak yang rusak terjadi proses oksidasi, polimerisasi dan hidrolisis. Proses tersebut menghasilkan peroksida yang bersifat toksik dan asam lemak bebas yang sukar dicerna oleh tubuh (Ketaren, 1986).
 Senyawa polimer yang dihasilkan akibat pemanasan yang berulang-ulang dapat menimbulkan gejala keracunan antara lain iritasi saluran pencernaan, pembengkaan organ tubuh, diare, kanker dan depresi pertumbuhan. Selain itu akan timbul rasa tengik akibat oksidasi yang pengaruhnya tidak diharapkan pada bahan pangan yang digoreng. Pengaruh tersebut antara lain mengakibatkan kerusakan gizi, tekstur dan cita rasa (Muchtadi, 1989).
 Indikator kerusakan minyak antara lain adalah angka peroksida dan asam lemak bebas. Angka peroksida menunjukkan banyaknya kandungan peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Asam lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis (Sudarmadji, 1982).

 Penentuan angka peroksida. Ke dalam erlenmeyer 30 mL dicampurkan asam asetat glasial dan kloroform (3:2), kemudian sampel minyak 5 g dimasukkan ke dalam larutan tersebut. Selanjutnya ditambahkan KI jenuh 0,5 mL dan dikocok sampai jernih. Setelah 2 menit dari penambahan KI ditambah 30 mL akuades. Iod yang dibebaskan dititrasi dengan thiosulfat 0,01N. Pengerjaan blanko dengan cara yang sama hanya tidak menggunakan sampel minyak.
Diketahui bahwa frekuensi menggoreng menyebabkan kenaikan suhu minyak pada akhir menggoreng. Hal ini disebabkan minyak dipanaskan akan terputus ikatan rantai karbonnya, sehingga titik asam minyak menurun. Keadaan ini menyebabkan penerimaan panas oleh minyak menjadi lebih cepat sehingga waktu yang dibutuhkan saat minyak mulai dipanaskan hingga mencapai titik asap menjadi lebih cepat pada frekuensi menggoreng berikutnya. Menurut Winarno(1992) radiasi radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam atau enzim dapat menyebabkan lemak/minyak mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon lebih pendek. Sedangkan titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
Frekuensi menggoreng mengakibatkan perubahan sifat fisika minyak, minyak menjadi lebih kental, terdapat bau dan rasa yang tidak diinginkan dan warna minyak menjadi lebih keruh.
 Terjadinya  kenaikan angka peroksida, berarti pada minyak tersebut terjadi reaksi dengan oksigen pada ikatan rangkap dan terjadi reaksi berantai yang terus menerus menyediakan radikal bebas yang menghasilkan peroksida lebih lanjut.

Daftar Pustaka
Gunawan dkk. 2003. Analisis Pangan: Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kedelai Dengan Variasi Menggoreng. JSKA.Vol.VI.No.3.Tahun.2003


0 komentar:

Posting Komentar